Rabu, 13 Juli 2011

MODEL PENELITIAN PENDIDIKAN ISLAM

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
      Pendidikan Islam merupakan salah satu bentuk manifetasi dari cita-cita hidup Islam untuk melestarikan, mengalihkan, menanamkan (internalisasi), dan mentransformasikan nilai-nilai kultural-religius yang dicita-citakan dapat tetap berfungsi dan berkembang dalam masyarakat dari waktu ke waktu. Dalam dunia Islam, pendidikan Islam berperan sangat penting. Hal ini yang menyebabkan studi tentang pendidikan Islam menjadi banyak perhatian banyak ahli atau ilmuwan. Sehingga timbul berbagai pendapat mengenai pengertian pendidikan Islam sesuai dengan pandangan atau pola pikir masing-masing ahli. Namun pada dasarnya, pendidikan Islam mencakup pendidikan iman dan amal. Pendidikan Islam ditujukan kepada perbaikan sifat mental yang terwujud dalam amal perbuatan.
      Pendidikan Islam telah berlangsung sejak zaman Nabi Muhammad saw. Hal itu dikarenakan adanya tuntutan ajaran Islam agar seluruh umat muslim menjadi manusia yang beriman, berilmu pengetahuan, dan beramal saleh. Dengan adanya pendidikan Islam, umat Islam berusaha dididik secara fisik dan mental sesuai dengan ajaran Islam agar menjadi pribadi yang tanggguh, berilmu pengetahuan, beriman, dan bertakwa serta dapat menjadi tumpuan atau dapat diharapkan bagi masa depan umat Islam. Dengan demikian, pendidikan Islam bertugas pokok membentuk kepribadian Islam dalam diri manusia selaku makhluk individu dan sosial.
      Pada zaman Nabi Muhammad saw. Masa pendidikan Islam dibagi menjadi dua periode, yaitu periode Mekah dan periode Madinah. Dalam periode Mekah, pendidikan Islam dilakukan secara nonformal bahkan secara rahasia dari rumah ke rumah. Akan tetapi, kegiatan tersebut telah melahirkan generasi sahabat besar yang telah menjadi pengemban cita-cita Islam. Sedangkan dalam periode Madinah, pendidikan Islam tidak lagi dilakukan secara diam-diam, tetapi secara terang-terangan atau terbuka meskipun bentuknya masih tetap nonformal. Materinya saat itu berupa akidah, syariah, dan muamalah kemasyarakatan.
      Berbagai model penelitian pendidikan Islam dilakukan oleh para ahli. Baik penelitian untuk pendidikan di masyarakat, maupun penelitian yang diarahkan pada aspek-aspek yang terkandung dalam pendidikan tersebut, misalnya penelitian terhadap problema yang sedang dihadapi guru, penelitian tentang lembaga pendidikan Islam, penelitian kultur pendidikan Islam, dan penelitian mengenai media pendidikan Islam. Hal ini ditujukan agar dapat diketahui mengenai masalah-masalah yang dihadapi dan perkembangan dari pendidikan Islam itu sendiri. Sehingga dapat dengan mudah dicari solusi-solusi untuk pemecahan masalah-masalah tersebut.
      Pendidikan Islam tidak hanya bersifat teoritis, tetapi juga praktis. Pendidikan Islam adalah pendidikan individu dan masyarakat. Ajaran Islam berisi ajaran tentang amal dan tingkah laku pribadi masyarakat menuju kesejahteraan hidup perorangan dan bersama. Pendidikan Islam itu sendiri bertujuan agar terbentuknya kepribadian yang bulat dan utuh sebagai manusia individual dan social serta hamba Tuhan yang mengabdikan diri kepada-Nya.

1.2 Tujuan
      Mengetahui dan memahami pengertian pendidikan Islam, aspek-aspek pendidikan Islam, dan model penelitian pendidikan Islam.
BAB II
MODEL PENELITIAN PENDIDIKAN ISLAM

2.1   Pengertian Pendidikan Islam
      Jika ditinjau secara etimologi, istilah pendidikan berasal dari kata ”didik” yang diberi awalan ”pe” dan akhiran ”an”. Pendidikan berarti proses pengubahan sikap dan tingkah laku seseorang atau sekelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan; proses, cara, perbuatan mendidik. Dalam bahasa Yunani, istilah pendidikan disebut dengan paedagogie yang artinya bimbingan yang diberikan kepada anak. Dalam bahasa Inggris, istilah pendidikan disebut dengan education yang artinya pengembangan atau bimbingan. Menurut Al-Attas menyebutkan mengenai istilah education. Menurut Al-Attas, istilah education secara konseptual dikaitkan dengan kata Latin educare atau sering disebut educe dalam bahasa Inggris, yang berarti menghasilkan dan mengembangkan, mengacu kepada segala sesuatu yang bersifat fisik dan material. Konsepsi pendidikan yang diturunkan dari konsep Latin yang dikembangkan dari istilah tersebut di atas, menurut Naquib Al-Attas, meliputi spesies hewan dan tidak terbatas pada hewan berakal.
      Dalam bahasa Arab, istilah pendidikan disebut dengan “tarbiyah”, dengan kata kerja “rabba”. Kata “pengajaran” dalam bahasa Arab adalah “ta’lim” dengan kata kerjanya “allama”. Pendidikan dan pengajaran dalam bahasa Arabnya adalah ”tarbiyah wa ta’lim” sedangkan pendidikan Islam dalam bahasa Arabnya adalah ”Tarbiyah Islamiyah”. Kamus bahasa Arab menyebutkan istilah tarbiyah berasal dari tiga kata, yaitu:
1.   Raba-yarbu, yang artinya bertambah dan tumbuh.
2.   Rabiya-yarba dengan wazan (bentuk) khafiya-yakhfa yang berarti menjadi besar.
3.   Rabba-yarubbu dengan wazan (bentuk) madda-yamuddu, berarti memperbaiki, menguasai urusan, menuntun, menjaga, dan memelihara.

      Abdurrahman An-Nahlawi membuat kesimpulan mengenai pendidikan, yaitu:
1.   Pendidikan adalah suatu proses yang mengenai tujuan, sasaran dan objek.
2.   Secara mutlak, pendidikan yang sebenarnya hanyalah Allah SWT, Pencipta fitrah dan Pemberi berbagai potensi.
3.   Pendidikan menuntut adanya langkah-langkah yang secara bertahap harus dilalui oleh berbagai kegiatan pendidikan dan pengajaran, sesuai dengan urutan yang telah disusun secara sistematis.
4.   Kerja pendidik harus mengikuti aturan penciptaan dan pengadaan yang dilakukan Allah SWT, sebagaimana harus mengikuti syara’ dan din Allah SWT.
      Pendidikan harus mampu mengarahkan kemampuan dari dalam diri manusia menjadi satu. Kegiatan hidup yang berhubungan dengan Tuhan baik kegiatan yang bersifat pribadi maupun kegiatan sosial.
      Pendidikan merupakan usaha menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan pengajaran/latihan bagi peranannya dimasa yang akan datang sesuai dengan keagamaan. Pengertian Islam berasal dari bahasa Arab yang artinya berserah diri, patuh dan tunduk. Kata aslama tersebut pada mulanya berasal dari salima yang berarti selamat sentosa dan damai.
      Selanjutnya jika kata pendidikan dan Islam disatukan menjadi pendidikan Islam maka artinya secara sederhana adalah pendidikan yang berdasarkan ajaran Islam, yaitu suatu proses pewarisan dan pengembangan budaya manusia yang bersumber dan berpedoman kepada ajaran Islam sebagaimana termaktub dalam Al-Qur’an dan dijabarkan dalam sunah Rasul.
      Secara keseluruhan definisi pendidikan Islam itu adalah upaya, membimbing, mengarahkan, dan membina peserta didik yang dilakukan secara sadar dan terencana agar terbina suatu kepribadian yang utama sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam.

2.2   Aspek-aspek Pendidikan Islam
      Pendidikan Islam pada hakikatnya mengandung arti dan peranan yang sangat luas. Arti dan peranan tersebut sejalan dengan aspek-aspek pengembangan menjadi sarana garapan para pendidik Islam mempunyai pengertian yang sama bahwa pendidikan Islam mencakup aspek-aspek:
1.   Pendidikan keagamaan
2.   Pendidikan akliah dan ilmiah
3.   Pendidikan akhlak dan budi pekerti
4.   Pendidikan jasmani dan kesehatan
      Aspek-aspek ini berperan dalam membimbing pengembangan potensi-potensi yang dimiliki manusia, yakni meliputi:
a.    Pengembangan kognitif, yaitu kemampuan intelektual yang harus dikembangkan melalui pendidikan Islam.
b.   Pengembangan afektif, adalah kekhususan mengembangkan akal melalui pengetahuan dan pemahaman terhadap kenyataan dan kebenaran, manusia harus mengalami proses pengembangan perasaaan dan penghayatan agar menjadi lebih luas.
c.    Pengembangan psikomotorik, adalah ilmu pengetahuan termanifestasi dalam akhlak dan amal saleh.
      Kebenaran manusia sebagai makhluk sosial merupakan bagian yang tak terpisahkan dari arti peranan pendidikan Islam. Pendidikan Islam merupakan motor penggerak untuk pengembangan nilai-nilai sosial dan susila manusia. Hakikat pendidikan Islam merupakan pembimbing menuju peningkatan harkat dan martabat manusia sesuai dengan fitrah kejadiannya. Pendidikan Islam mencakup bidang-bidang:
1.   Tarbiyah ruh, pendidikan jiwa/mental spiritual
2.   Tarbiyah aqli, pendidikan akal pikiran/ilmu pengetahuan
3.   Tarbiyah jismi, pendidikan jasmani, termasuk kesehatan
      Modal pendidikan Islam adalah dalam lingkungan keluarga dan masjid sebagai pusat pendidikan. Pendidikan Islam dipraktikkan melalui system pendidikan terpadu mulai dari tingkat pendidikan dasar sampai perguruan tinggi.
      Pendidikan Islam mencakup berbagai aspek kehidupan seperti pendidikan fisik, akal, agama dan akhlak. Pendidikan Islam prinsinya ada dua, yaitu materi didikan yang berkenaan dengan kedamaian, dan materi yang berkenaan dengan masalah hakikat.

2.3   Model Penelitian Pendidikan Islam
      Dilihat dari segi obyek kajiannya Ilmu Pendidikan dapat dibagi menjadi tiga bagian. Pertama ada pengetahuan ilmu yaitu pengetahuan tentang hal-hal atau obyek-obyek yang empiris, diperoleh dengan melakukan penelitian ilmiah, dan teori-teorinya bersifat logis dan empiris. Pengujian teorinya pun diukur secara logis dan empiris. Bila logis dan empiris, maka teori ilmu itu benar, dan inilah yang selanjutnya disebut science.
      Kedua, pengetahuan filsafat yaitu pengetahuan tentang obyek-obyek yang abstrak logis, diperoleh dengan berfikir, dan teori-teorinya bersifat logis dan hanya logis (tidak empiris). Kebenaran atau kesalahan teori filsafat hanya diukur dengan logika; bila logis dinilai benar; bila tidak maka salah. Bila logis dan ada bukti empiris, maka teori itu bukan teori filsafat, melainkan teori ilmu (sains).
      Ketiga, pengetahuan mistik yaitu pengetahuan yang obyek-obyeknya tidak bersifat empiris, dan tidak pula terjangkau oleh logika. Obyek pengetahuan ini bersifat abstrak, supra logis. Obyek ini dapat diketahui melalui berbagai cara, misalnya dengan merasakan pengetahuan batin, dengan latihan atau cara lain. Pengetahuan kita tentang yang gaib, diperoleh dengan cara ini.
      Dari ketiga macam pengetahuan tentang pendidikan Islam tersebut, maka dapat disimpukan bahwa pengetahuan (ilmu) pendidikan Islam terdiri dari pengetahuan filsafat pendidikan, tasawuf (mistik) pendidikan dan ilmu pendidikan. Filsafat dan tasawuf terkadang disebut ilmu, padahal secara akademis keduanya itu bukan ilmu tapi pengetahuan, karena yang disebut ilmu harus bersifat empiris dan memiliki ciri-ciri ilmiah. Dengan demikian jika disebutkan Ilmu Pendidikan Islam, maka cakupannya ialah masalah-masalah yang berada dalam dataran ilmu (sains), yaitu obyek-obyek yang logis dan empiris tentang pendidikan.
      Pendidikan Islam merupakan salah satu bidang studi Islam yang mendapat banyak perhatian dari para ilmuwan. Berbagai model penelitian yang berkaitan dengan pendidikan Islam telah dilakukan, antara lain sebagai berikut:

1.   Model Penelitian tentang Problema Guru
      Dalam usaha memecahkan problema guru, Himpunan Pendidikan Nasional (National Education Association) di Amerika Serikat pernah mengadakan penelitian tentang problema yang dihadapi guru secara nasional pada tahun 1968.
      Prosedur yang dilakukan dalam penelitian tersebut, yaitu dengan pengumpulan data yang dilakukan oleh bagian Himpunan Pendidikan Nasional (National Education Association) melalui survey pendidikan umum guru (opinion survey for teacher) pada musim semi tahun 1966.
      Kuesioner yang dibuat terdiri dari tujuh belas macam pertanyaan tentang problema guru yang potensial.  Data yang terkumpul dari kuesioner itu dijadikan landasan analisis. Dengan demikian, penelitian tersebut dari segi metodenya termasuk penelitian survey, yaitu penelitian yang sepenuhnya didasarkan pada data yang dijumpai di lapangan, tanpa didahului oleh kerangka teori, asumsi atau hipotesis.
      Hasil yang diperoleh dari penelitian tersebut adalah dijumpainya lima aspek pokok yang menyangkut kondisi dan kompensasi tugas mengajar guru. Adapun lima aspek pokok (top ranking aspect) tersebut, yaitu:
1.   Sedikitnya waktu untuk istirahat dan untuk persiapan pada waktu dinas di sekolah
2.   Ukuran kelas yang terlalu besar
3.   Kurangnya bantuan administratif
4.   Gaji yang kurang memadai
5.   Kurangnya bantuan kesejahteraan
      Di antara problema-problema tersebut, problema nomor satu yaitu sedikitnya waktu untuk istirahat dan untuk persiapan pada waktu dinas di sekolah merupakan problema yang mendapatkan persentase terbesar sebagai problema mayor.
2.   Model Penelitian tentang Lembaga Penelitian
      Lembaga pendidikan Islam adalah wadah atau tempat berlangsungnya proses pendidikan Islam yang berlangsung bersama dengan proses pembudayaan. Kepentingan dan keutamaan keluarga sebagai lembaga pendidikan Islam diisyaratkan dalam Al-Qur’an. Perintah untuk menjaga dan memelihara diri, kaum keluarga dari kesengsaraan dan api neraka. Sejak masuk dan berkembangnya Islam di Indonesia lembaga pernikahan dan keluarga memegang peranan yang penting dalam proses pendidikan Islam.
      Kontak pernikahan pedagang dan masyarakat pribumi setempat menjadi semakin meluas dan bukan hanya terjadi dikalangan pedagang saja, tetapi juga terjadi dikalangan penguasa daerah setempat. Dengan kontak pernikahan dan kekeluargaan yang semakin meluas tersebut secara berangsur-angsur komunitas muslim berkembang meluas, baik dalam arti daerah penyebarannya dan komunitas muslim menjadi kekuatan-kekuatan politik.
      Pendidikan dalam keluarga tersebut didasari oleh nilai-nilai dan norma-norma, budaya Islam melalui pendidikan dalam keluarga itu suatu generasi menghasilkan generasi berikutnya yang memiliki kualitas yang lebih tinggi. Peranan pendidikan yang sentral tersebut semakin luas memerlukan adanya wadah yang menampungnya. Wadah biasanya untuk menampung adalah masjid atau surau. Kemudian menjadi lembaga pendidikan yang potensial sebagai lembaga pendidikan dasar.
      Dalam ajaran Islam adalah wajib untuk mendirikan lembaga pendidikan lanjutan. Maka terbentuknya pesantren yang kemudian berpengaruh dan bersaing dengan sistem pendidikan Barat yang diperkenalkan oleh pemerintah Belanda, timbullah sistem pendidikan terpadu antara sekolah umum dan madrasah.
      Salah satu penelitian yang berkenaan dengan lembaga pendidikan Islam adalah penelitian Karel A. Steenbrink dalam bukunya berjudul Pesantren, Madrasah, dan Sekolah Pendidikan Islam dalam Kurun Modern yang diterbitkan oleh LP3ES, Jakarta pada tahun 1968.
      Metode penelitian yang dilakukannya adalah pengamatan (observasi). Sedangkan objek pengamatannya adalah sejumlah pesantren yang ada di Jawa dan Sumatera. Melalui analisis historis yang dipadu dengan pendekatan komparatif, Karel A. Steenbrink menyimpulkan bahwa dibandingkan dengan Malaysia, maka jelaslah pesantren di Indonesia melalui beberapa pembaharuan tetap berusaha memberikan pendidikan Islam yang juga memenuhi kebutuhan pendidikan sesuai dengan zamannya. Sistem pondok pesantren di Malaysia bersifat lebih defensif dan kurang bisa menyesuaikan diri dengan zaman modern.
      Pada bagian lain hasil penelitian itu, Steenbrink mengatakan bahwa sejak permulaan tahun 1970-an ternyata beberapa organisasi Islam mengalami depolitisasi, yaitu melepaskan diri dari politik praktis dan politik partai serta lebih mementingkan cita-cita asli sebagai organisasi yang bergerak dibidang dakwah dan pendidikan.

3.   Model Pendidikan Kultur Pendidikan Islam
      Untuk mengenal model penelitian yang dilakukan oleh kedua peneliti ini dapat dikemukakan sebagai berikut:
a.   Model Penelitian Mastuhu
      Penelitian yang bertemakan kultur pendidikan Islam yang ada di pesantren dilakukan Mastuhu pada saat menulis disertasi untuk program doctor berjudul Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren yang diterbitkan oleh Indonesian Netherlands Cooperation in Islamic Studies (INIS) pada tahun 1994. Penelitian tersebut dituangkan dalam lima bab, yaitu pendahuluan yang berisikan tinjauan pustaka, bab isi berisikan kerangka berfikir, metode, hasil pembahasan, dan bab akhir mengenai kesimpulan dan saran. Objek penelitian yang dilakukan ialah Pondok Pesantren An-Nuqayah di desa Guluk-Guluk, Sumenep (Madura), Pondok Pesantren Salafiyah Ibrahimiyah di desa Sukorejo, dan Pondok Pesantren Blok Agung di Banyuwangi.
      Secara garis besar isi penelitian tersebut mengemukakan latar belakang pemikiran yang berpijak pada tema di sekitar hubungan antara pendidikan nasional dan pembangunan nasional. Keberhasilan pembangunan nasional sangat tergantung pada partisipasi seluruh lapisan masyarakat. Partisipasi akan muncul dan berkembang apabila rakyat mengerti dan merasakan manfaatnya dalam keseharian. Pada bagian lain Mastuhu mengatakan bahwa pembangunan nasional memerlukan tata pikir yang berwawasan luas, rasional, dan hubungan antara manusia yang modern tidak bergantung pada otoritas perorangan.
      Dikalangan masyarakat luas terdapat kecenderungan tata pikir yang berwawasan sempit sehingga terjadi kesenjangan antara tata pikir lama yang tradisional dan tata pikir yang dianut oleh masyarakat modern.
      Mastuhu mengatakan bahwa agama Islam di Indonesia akan cacat fungsi dan peranannya apabila tidak mampu memberikan penjelasan mengenai pembangunan dan dorongan serta pedoman bagi pemeluknya untuk berpartisipasi dalam pembangunan nasional dengan penuh tanggung jawab. Untuk mencapai maksud tersebut diperlukan upaya pembaharuan pemikiran dalam Islam sesuai dengan kontekstualnya atau realitas sosial yang menjadi tuntutan zaman, yaitu pesantren sebagai salah satu lembaga pendidikan Islam terpadu.
      Pesantren adalah tempat belajar para santri. Maksudnya pesantren di Indonesia bersama dengan masuk dan berkembangnya agama Hindu. Berdiri suatu pesantren bermula dari pengakuan masyarakat akan keunggulan dan ketinggian ilmu seorang kiai. Keinginan menuntut dan memperoleh ilmu dari kiai tersebut maka masyarakat sekitar datang padanya untuk belajar. Mereka membangun tempat tinggal sederhana di sekitar tempat tinggal kiai tersebut. Kelangsungan hidup suatu pesantren amat tergantung pada daya tarik kiai atau guru yang memimpin. Pesantren akan menjadi mundur jika pewaris kiai yang mewarisinya tidak memenuhi persyaratan santri yang diakui telah tamat biasanya diberi izin oleh kiai untuk membuka atau mendirikan pesantren baru di daerah asalnya. Dengan begitu pesantren-pesantren berkembang diberbagai daerah. Ada pesantren yang mampu bertahan sampai beberapa generasi dan telah menghasilkan alumni-alumni yang berkemampuan mengembangkan pesantren-pesantren baru. Ciri khas pesantren menunjukkan unsur-unsur yang membedakan dengan lembaga pendidikan yang lainnya, yaitu adanya pondok atau tempat tinggal kiai, bersama para santri bekerja sama untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari dalam situasi kekeluargaan dan gotong royong bersama warga pesantren. Pesantren mempunyai jumlah santri mukim yang lebih besar dibandingkan dengan jumlah santri kalong. Pesantren kecil mempunyai banyak santri yang diajarkan kitab-kitab klasik yang ditulis oleh ulama terdahulu.
      Dalam permasalahan dasar makro ini, Mastuhu mengajukan pertanyaan penelitian sebagai berikut:
a.    Apa unsur yang terdapat dalam sistem pendidikan pesantren, mana diantaranya perlu dikembangkan lebih lanjut, mana yang tidak perlu dipertahankan, dan mana yang diubah dan disempurnakan sebelum dikembangkan dalam sistem pendidikan.
b.   Apabila nilai-nilai luhur yang dikandung dalam unsur-unsur tersebut, mana diantaranya perlu dikembangkan lebih lanjut, mana yang tidak perlu dipertahankan dan perlu diperbaiki lebih dahulu sebelum dikembangkan dalam sistem pendidikan.
c.    Bagaimana dinamika sistem pendidikan pesantren didalam menghadapi tantangan zaman, yaitu kebutuhan pembangunan lengkap dengan kemajuan ilmu dan teknologi yang dibutuhkan. Apa kemungkinan bentuk-bentuk pendidikan pesantren yang akan terjadi di masa depan sehubungan dengan tantangan zaman.
      Selain dengan pertanyaan itu Mastuhu mengemukakan tujuan yang ingin dicapai dari penelitian tersebut, yaitu sebagai berikut:
a.    Pendidikan pesantren yang kiranya perlu dikembangkan dalam sistem pendidikan untuk selanjutnya.
b.   Sistem pendidikan pesantren yang kiranya sudah harus dikembangkan dalam sistem pendidikan dan pesantren masa depan. Karena pesantren tradisional tidak lagi sesuai dengan perkembangan zamannya.
c.    Sistem pendidikan pesantren yang sekiranya perlu diperbaiki terlebih dahulu sebelum dikembangkan dalam sistem pendidikan dan sistem pendidikan pesantren dalam menyongsong masa depan.   
d.   Mengantisipasi berbagai kemungkinan bentuk-bentuk pendidikan pesantren yang akan terjadi sehubungan dengan tantangan zaman.
      Untuk mengetahui kemungkinan terjadinya salah pengertian tentang berbagai peristilahan yang digunakan dalam penelitiannya. Mastuhu mencantumkan definisi operasional tentang system pendidikan, diartikan sebagai totalitas interaksi dari seperangkat unsur-unsur pendidikan yang bekerja sama secara terpadu. Pesantren diartikan sebagai lembaga pendidikan Islam untuk memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran agama Islam dengan menekankan pentingnya moral agama Islam sebagai pedoman hidup bermasyarakat sehari-hari.
      Mengenal dinamika sistem pendidikan pesantren diartikan sebagai gerak perjuangan pesantren didalam memantapkan identitas dan kehadirannya di tengah-tengah kehidupan bangsa yang sedang membangun sebagai subsistem pendidikan. Mastuhu melakukan pendekatan yang berdasarkan analisisnya pada data dan fakta yang ditemui di lapangan, jadi bukan melalui ide-ide yang ditetapkan sebelumnya.
      Unsur pokok yang membedakan pesantren dengan lembaga pendidikan yang lainnya adalah di pesantren diajarkan kitab-kitab klasik yang ditulis oleh ulama terdahulu, disamping itu pesantren memiliki ciri-ciri khas yang merupakan jiwa dari pendidikan pesantren, yaitu sebagai berikut:
§  Pendidikan pesantren bukan semata-mata memperkaya pemikiran santri tetapi juga bertujuan untuk mempertinggi moral, melatih dan mempertinggi semangat, menghargai nilai-nilai spiritual dan kemanusiaan, mengajar sikap dan tingkah laku yang jujur, bermoral, menyiapkan para santri untuk hidup sederhana, bersih hati, dan menerima etika agama di atas etika-etika lainya.
§  Dalam hubungannya dengan kewajiban menuntut ilmu, bahwa belajar di pesantren tujuannya bukanlah untuk mengejar kekuasaan, uang, dan keagungan duniawi, tetapi ditanamkan kepada mereka bahwa belajar adalah semata-mata kewajiban agama dan ibadah kepada Allah SWT.
§  Dalam hubungan dengan kehidupan duniawi pesantren mengadakan berbagai latihan untuk dapat hidup mandiri dan tidak menggantungkan diri kepada orang lain kecuali kepada Allah SWT.
      Tingkatan pesantren disesuaikan dengan tingkatan kitab-kitab sederhana baik bahasa maupun isinya. Pada tingkatan ini dipelajari ilmu-ilmu alat, yaitu ilmu nahu, sharaf, dan ilmu-ilmu bahasa Arab lainnya, yang merupakan prasyarat untuk memasuki pesantren tingkat tinggi, yaitu dipelajari ilmu-ilmu fikih, ushul fikih, tafsir, hadist, tauhid, tasawuf, dan memperoleh keahlian dalam bidang tersebut secara mendalam.
     
b.   Model Penelitian Zamakhsyari Dhofier
      Model penelitian yang dilakukan Zamakhsyari Dhofier masih di sekitar pesantren. Penelitian yang dilakukan berjudul “Tradisi Pesantren: Studi tentang Pandangan Hidup Kiai” yang telah diterbitkan oleh LP3ES pada tahun 1982. Model penelitian yang dilakukan ini tidak menyebutkan secara eksplisit tentang latar belakang pemikiran, tujuan, ruang lingkup, metode dan pendekatannya, sebagaimana lazimnya sebuah penelitian. Namun jika dipelajari secara seksama tampak berbagai unsur yang ada dalam penelitian dijumpai dalam masalah ini.
      Penelitian ini berdasarkan studi lapangan, yaitu dua buah lembaga pesantren. Kedua pesantren itu adalah pesantren Tegal Sari dan pesantren Tebu Ireng. Pesantren Tegal Sari didirikan pada tahun 1870 di Kelurahan Sidoharjo, Kecamatan Susukan, Kabupaten Semarang Jawa Tengah. Pesantren Tebu Ireng didirikan pada tahun 1899 di Kelurahan Cukir, 8 kilometer sebelah tengggara kota Jombang, Jawa Timur.
      Dalam bukunya, Zamakhsyari mengatakan bahwa pada umumnya studi tentang Islam di Jawa selama ini menitikberatkan analisisnya pada segi pendekatan intelektual dan pendekatan teologi sehingga sering memberikan kesimpulan yang meleset. Zamakhsyari berusaha menunjukkan sumbangan pendekatan sosiologis dalam usaha memahami Islam di Jawa secara lebih tepat. Pendekatan sosiologis akan mengurangi kecenderungan menarik kesimpulan yang terlalu cepat.
      Dibagian lain Zamakhsyari mengemukakan bahwa penelitian ini bersifat deskriptif analitis. Akan tetapi, analisis yang dilakukannya tidak dimaksukan untuk menghasilkan proposisi-roposisi teoritis tertentu tentang tradisi pesantren dan paham Islam tradisional di Jawa. Analisis tersebut dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa data etnografis yang lebih banyak lagi dan analisis yang lebih imajinatif masih sangat diperlukan untuk dapat lebih memahami masyarakat dan kebudayaan manusia.
      Dengan metode ini dapat dihasilkan deskripsi atau uraian secara utuh dan menyeluruh tentang objek penelitian yang ditetapkan dengan didukung oleh data-data dari lapangan. Dengan analisis dapat dilakukan upaya identifikasi, kategorisasi yang selanjutnya dihasilkan kesimpulan yang dapat mengambil bentuk teori atau hipotesis. Analisis yang dilakukan Zamakhsyari tidak dimaksudkan untuk membangun sebuah teori, tetapi hanya sekedar untuk menjelaskan inti gagasan atau kondisi batin yang dapat dipahami dari fenomena empiris yang dapat diamati.
      Mastuhu dan Zamakhsyari Dhofier merupakan peneliti yang tergolong kaum pembaharu. Dalam penelitian keduanya tampak ingin mengetahui seberapa jauh tradisi dan nilai-nilai yang diberlakukan di pesantren masih ada yang cocok untuk masyarakat modern saat ini dan sejauh mana tradisi dan nilai-nilai yang tidak cocok lagi. 
BAB III
PENUTUP

3.1   Kesimpulan
      Pendidikan Islam memiliki pengertian bermacam-macam. Hal itu disesuaikan dengan perkembangan pengetahuan mengenai pendidikan Islam dan pandangan masing-masing ahli. Meskipun pendapat mereka berbeda mengenai pendidikan Islam, namun pada dasarnya pendidikan Islam merupakan usaha yang diarahkan pada bimbingan dan pengembangan potensi fitrah manusia hingga ia dapat memerankan diri secara maksimal sebagai manusia individual dan sosial serta hamba Tuhan yang mengabdikan diri kepada-Nya.
      Pada saat ini, pendidikan Islam mendapat perhatian yang sangat penting. Berbagai model penelitian mengenai pendidikan Islam telah dilakukan. Penelitian tersebut dapat diarahkan pada aspek-aspek yang terkandung dalam pendidikan tersebut. Misalnya model penelitian terhadap problem yang dihadapi guru dan model penelitian mengenai lembaga pendidikan Islam.
      Model penelitian pendidikan Islam mencakup hal-hal sebagai berikut:
1.   Pendidikan Islam mengandung arti dan hakikat serta peranan yang sangat luas.
2.   Pendidikan Islam mencakup aspek-aspek:
      a. pendidikan keagamaan
      b. pendidikan akliah dan ilmiah
      c. pendidikan akhlak dan budi pekerti
      d. pendidikan jasmani dan kesehatan
3.   Mempelajari pendidikan Islam berarti mengenal apa yang baik dan apa yang tidak baik untuk dilakukan.

3.2 Saran
      Perlunya partisipasi seluruh pihak yang berperan dalam dunia pendidikan dalam mengembangkan keragaman metode penelitian pendidikan Islam, agar kita dapat  merealisasikan metode pendidikan Islam yang sesuai dengan perkembangan zaman.

1 komentar: